Rabu, 19 April 2017


Pahami 17 Mata Pelajaran, Baru Pilih Jurusan

Ida Setyorini
Kompas.com - 26/04/2013, 10:39 WIB
KOMPAS.com - Ketika masuk SMA, siswa menghadapi pilihan masuk jurusan IPA atau IPS. Penjurusan ini biasanya berdasarkan minat dan pilihan siswa, walaupun ada yang masuk jurusan tertentu karena nilainya bagus atau atas saran orangtua dan guru.
Bagi siswa, apa pun jurusan yang mereka pilih harus sesuai dengan minat mereka. Alasannya, jika sesuai dengan minat, mereka akan lebih mudah mempelajari materi pelajaran. Sekalipun nilai mereka cukup dan bagus untuk masuk jurusan tertentu, tetapi jika jurusan itu bertentangan dengan minat, mereka pun bakal kesulitan.
”Pilihan itu harus sesuai dengan minat dan kemampuan siswa karena mereka yang menjalani. Penjurusan biasanya terkait pilihan melanjutkan studi setelah SMA,” kata Adinda Putri (15), siswa kelas X SMA Negeri 6 Bulungan, Jakarta Selatan, Rabu (24/4). Dia berencana masuk IPA karena ingin kuliah di fakultas kedokteran.
Rekannya, Mutiara Airin (15), sejak awal ingin masuk IPS. Alasannya, dia suka dengan pelajaran-pelajaran IPS. ”Dari awal saya tidak ingin belajar di IPA,” kata Airin.
Begitu pula Indira Rizkita (15). Dia akan memilih IPS karena ingin kuliah di fakultas ekonomi. ”Saya pengin menjadi akuntan.”
Menurut Airin dan Indira, semula teman-teman mereka banyak yang ingin mengambil jurusan IPA karena menganggap lebih banyak pilihan untuk mengambil bidang studi selanjutnya. Namun, belakangan banyak pula yang berganti pilihan ke IPS.
”Pelajaran di bidang IPA ternyata makin sulit dan terasa berat. Itu menuntut kami belajar terus. Makanya banyak yang mau ke IPS karena lebih santai sedikit,” kata Airin.
Sebagai siswa tahun pertama SMA, siswa kelas X mendapat 17 pelajaran dalam satu semester, antara lain Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Biologi, Fisika, Kimia, Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Sejarah, Sosiologi, Ekonomi, Geografi, Bahasa Perancis, Komputer, dan muatan lokal.
Semua pelajaran itu menuntut mereka belajar setiap hari. Bagi mereka, ke-17 mata pelajaran itu sangat melelahkan.
Tahun kedua
Umumnya penjurusan pada SMA diberlakukan pada tahun kedua atau kelas XI. Pada semester kedua atau semester genap tahun pertama, siswa kian memahami pelajaran-pelajaran di SMA dan konsekuensinya ketika memilih jurusan.
”Usai tahun pertama, kami menjadi lebih yakin jurusan mana yang ingin diambil. Walau nilai kami bagus untuk masuk IPA, kami lebih senang pelajaran IPS. Jadi, kami yakin menetapkan pilihan IPS. Kalau tahun pertama harus memilih, kami masih bimbang,” kata Airin.
Namun, ada pula siswa yang memulai penjurusan pada semester kedua. Itu biasanya berlaku bagi siswa yang masuk kategori cerdas istimewa setelah melalui tes psikologi dan berdasarkan hasil jajak minat. Ini dilihat pula dari hasil nilai mereka, apakah cenderung ke IPA atau IPS.
Salah satu di antara mereka adalah Alif Syuhada Nibra (16), siswa kelas X A di SMAN 3 Setiabudi Jakarta. Sejak semester kedua, dia studi jurusan IPA, sesuai pilihannya sejak awal dan hasil tes psikologi tim dari Universitas Indonesia. Di SMA 3 Jakarta ada 30 siswa seperti Alif.
Nilai mereka selalu dalam pantauan agar bisa masuk jalur undangan ke perguruan tinggi. Selain itu, di kelas tersebut ada pula tutur sebaya. Jadi, siswa yang lebih pandai di bidang tertentu mengajari teman-temannya yang belum mengerti. Tujuannya agar semua anak mampu menyelesaikan materi berbarengan. Alhasil mereka sanggup menuntaskan materi pelajaran satu setengah kali lebih cepat dari kelas biasa.
”Itu pilihan Alif, saya tinggal mendukung. Minggu lalu, dia ikut lomba water rocket di PP Iptek Taman Mini Indonesia Indah (Jakarta),” kata ibunda Alif, Yenni (41), Kamis (25/4).
Mendukung pilihan anak juga menjadi keputusan Erry Martini saat anak sulungnya studi di SMA Negeri 81 Jakarta Timur. Walau dia dan suami ingin sang anak masuk jurusan IPA, mereka menuruti dan mendukung pilihan si anak masuk IPS.
”Apa pun pilihan dia, pasti sesuai kemampuannya. Anak itu lebih mampu menilai kemampuan dirinya sendiri. Kami, orangtua, tidak menentang apalagi menyesalkan pilihan dia,” kata Erry tentang si sulung yang kini kuliah di bidang perbankan.
Guru yang mengetahui kemampuan akademis siswa juga menyerahkan pilihan jurusan sesuai minat setiap siswa. Guru hanya menyarankan setelah melihat dan menilai siswa.
”Pernah ada siswa yang memilih IPS, tetapi karena pintar dan nilai-nilainya memenuhi syarat untuk masuk IPA, guru menyarankan dia pindah jurusan. Ternyata dia mampu. Ada pula yang sebaliknya, setelah studi jurusan IPA lalu pindah ke IPS,” kata Endang Supriastuti, guru Bahasa Inggris di Sekolah Atlet Ragunan Jakarta Selatan. Di sekolah itu, semua guru merangkap mengajar SMP dan SMA.
Sekolah kejuruan
Lain halnya siswa SMK. Mereka memilih penjurusan sejak awal masuk. Jadi, sejak semester pertama tahun pertama, mereka sudah belajar di jurusan yang diinginkan.
”Tetapi itu sesuai minat siswa, bukan pilihan orangtua, teman atau atas saran guru,” kata Desi Apritasari (17), siswa kelas III SMK Negeri 16, Jakarta. Dia mengambil jurusan akuntansi.
Sama halnya dengan Neni Indriani (17) dan Filia (17). Mereka memilih jurusan sejak kelas awal di SMK. Selepas SMP mereka menetapkan jurusan yang mereka idamkan.
”Penjurusan di SMK berbeda dengan SMA. Setiap SMK memiliki jurusan sendiri, misalnya SMK Pariwisata punya jurusan berbeda dengan SMK Teknik walau sama-sama jurusan bisnis,” kata Desi.
Kurikulum
Penjurusan pada SMA di Indonesia berbeda masa, berbeda kurikulum, dan berbeda pula namanya. Pada masa Orde Lama tahun 1950-an, SMA dibagi tiga, yakni SMA A (Bahasa), SMA B (Ilmu Pasti dan Ilmu Alam), dan SMA C (Ilmu Sosial).
Dekade berikutnya berubah menjadi semua SMA membuka ketiga jurusan tersebut. Jadi, setiap SMA ada jurusan Bahasa, IPA, dan IPS.
Kemudian penjurusan itu berubah lagi menjadi A1 (Fisika), A2 (Biologi), A3 (Sosial), dan A4 (Bahasa) pada tahun 1980-an. Selanjutnya berubah lagi menjadi IPA dan IPS. Pada Kurikulum 2013, penjurusan tersebut disebut peminatan. (IDA SETYORINI)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar